Gedung Ramayana Kampus Nalanda

Ini adalah gedung kampus Nalanda yang beralamat di Perum. Pulo Gebang Permai No. 107 RT. 013 RW. 04 Kel. Pulo Gebang, Kec. Cakung Jakarta Timur 13950

BEM STAB Nalanda Periode 2007/2008

Ini adalah anggota Badan Ekskutif Mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Buddha Nalanda

DOSEN-DOSEN NALANDA

Suasana dialog akademis di awal semester genap untuk mendengarkan aspirasi dari semua pihak baik itu Yayasan, Pimpinan, Dosen, dan Mahasiswa

MAHASISWA MAHASISWI STAB NALANDA

Mahasiswa mahasiswi STAB Naland saat berkumpul di Monumen Nasional

SUASANA PERKULIAHAN

Suasana perkuliahan sangat kondusif, Sebelum perkuliahan berlangsung selalu diawali dengan doa

KAMPUS KAMI

Silahkan datang dan buktikan kebenaranya

LOGO KAMPUS STAB NALANDA

STAB Nalanda kebanggaan masyarakat

Jumat, 06 Mei 2011

TOKOH-TOKOH BUDDHIS DUNIA MEWUJUDKAN BUDDHADHARMA KONTEKSTUAL

Jo Priastana

Buddhadharma tidak hanya ditujukan bagi mereka yang semata hidupnya menyepi atau terkunci dalam biara, namun juga menjawab persoalan-persolan aktual. Begitu pula, Buddhadharma bukan semata berlaku bagi yang hanya mementingkan kesucian pribadi, namu juga kebahagiaan dan kesejahteraan bagi banyak orang.
Buddhadharma hadir ke dunia untuk pembebasan, menghentikan penderitaan eksistensial manusia. Karenanya, Buddhadharma yang dibabarkan Sang Buddha dan bersifat kontekstual itu adalah dekat-dekat dengan persoalan-persoalan nyata yang dihadapi banyak manusia di dunia.
Dalam pemahaman dan semangat seperti itulah, dewasa ini banyak bermunculan tokoh-tokoh Buddhis cerdas dan bijaksana di dalam membawa Buddhadharma mengarungi jaman kini dan memenuhi tuntutan spiritualitas manusia masa kini.
Tokoh-tokoh yang dapat dipandang sebagai Bodhisattva masa kini ini menghadirkan Buddhadharma untuk menjawab problematik kemanusiaan masa kini. Dengan begitu mereka menjadikan Buddhadharma hidup nyata sesuai dengan perkembagan dunia dan persoalan penderitaan yang tengah dihadapi manusia.

Hsing Yun, Dalai Lama, Bhikkhu Buddhadasa.
Adalah master Hsing Yun dengan Word Buddhist Fellowship-nya mengembangkan Humanistic Buddhism. Dengan gerakan dan konsepnya itu, Master Hsing Yun membawa Buddhadharma keluar dari biara dan berhasrat untuk menjawan persoalan-persoalan kongkrit kemanusiaan.
Ada Dalai Lama, seorang tokoh tepat waktu yang dengan tegas dengan pernyataannya, “Jika orang lain terlambat, itu hak mereka. namun kita tidak seharusnya terlambat hanya karena orang lain tidak tepat waktu.”
Tokoh tepat waktu dan pejuang bagi bangsa Tibet yang memperoleh hadiah Nobel Perdamaian ini sampai saat ini masih hidup di di luar tanah airnya. Dalai lama berjuang dalam pengasingan untuk menjaga kemurnian kebudayan dan spiritulitas yang mengandung Buddhadharma.
Dalam lingkungan perjuangan untuk toleransi dan kerukunan umat beragama, ada tokoh yang disegani, Bhikkhu Buddhadasa dari Thailand.
Tokoh yang belajar secara otodidak ini adalah seorang penulis produktif dan dikenal sebagai pionir dalam upaya mempromosikan kedamaian dan kerukunan beragama melalui dialog antar agama, di Thailand.

Daisaku Ikeda, Sangha Rakshita, Gary Snyder
Buddhadharma mendapat tempat di hati kaum terpelajar dan intelektual dunia berkat adanya tokoh-tokoh Buddhis intelektual yang mampu menyajikan Buddhadharma secara intelektual, sehingga Buddhadharma selain berkembang di dunia Barat juga dapat mengadakan dialog dengan pemikir-pemikir dunia.
Diantara intelektual Buddhis yang disegani kaum intelektual dunia, adalah Daisaku Ikeda. Penulis produktif, tokoh besar Soka Gagai dan intelektual Buddhis ini telah melakukan dialog dengan tokoh-tokoh dunia dalam membahas problematik dunia.
Daisaku Ikeda merupakan tokoh Buddhis internasional yang turut mempromosikan perdamaian universal dan pemerintahan yang bersih. Dengan Soka Gakai, organisasi yang diembannya, Ikeda melakukan gerakan untuk merekonstruksi agama Buddha dan berusaha mewujudkan nilai-nilai Buddhis dalam masyarakat.
Perkembangan Buddhadharma di Eropa dan Amerika juga tidak dapat dilepaskan dari sejumlah pelopor-pelopornya, diantaranya Sangharakshita dan Gary Tentu saja masih terdapat tokoh-tokoh lainnya selain ke dua tokoh yang memiliki karakteristik tersendiri ini.
Sangharakshita selain tokoh Buddhadharma terkenal di Amerika, juga pelopor kesatuan Buddhisme secara internasional dan tokoh utama dari FWBO (Friends of Buddhist Order) yang bersifat ekumenis. Sangharakshita mengusahakan Buddhadharma Inklusif, yakni Buddhadharma yang tidak sektarian, serta penterjemahan Buddhadharma dalam konteks Barat.
Salah satu tokoh uni yang turut berjasa memperkenalkan Buddhadharma di Amerika dan dan Eropa adalah seorang penyair yang bernama Gary Snyder. Penyair Amerika ini yang hidup eksentrik ini dikaitkan juga sebagai aktivis “deep ecology” dan mendalami spiritualitas Buddhis.
Gary Snyder seorang naturalis dan romantik, mencintai alam dan menyuarakan hatinya perdamaiannya melalui puisi-puisinya. Ia juga dikenal sebagai pendiri institut Zen pertama di Amerika. “The Country,” adalah salah satu buku kumpulan puisi bernuansa naturalis-ekologis dari Gary Snyder yang terkenal.”

Thich Nhat Hanh, Sulak Sivaraksa, Dr. Ambedkar
Keterlibatan secara politis dalam rangka mewujudkan misi kemanusiaan dan perdamaian dengan cara-cara non-kekerasan disertai dengan kesadaran dan kebijaksanaan juga berkembang dalam lingkungan Buddhis. Spiritualitas dan aktivis dalam lapangan sosial-politis bukanlah sesuatu terpisahkan sebagaimana juga dilakoni Sang Buddha semasa hidupnya.
Keterlibatkan ini menghasilkan gerakan yang bernama “Engaged Buddhism”, dan memunculkan banyak tokoh-tokhnya,” diantaranya Thich Nhat Hanh, Sulak Sivaraksa dan banyak lainnya.
Thich Nhat Hanh pejuang perdamaian dalam perang Vietnam dan nominasi Noble Price merupakan tokoh utama “Engaged Buddhism.” Tokoh yang kini menetap di Plum Village, Perancis ini dalam perjuangannya menekankan aktivitas dalam kehidupan masyarakat, persoalan aktual dan hidup berkesadaran dalam perhatian murni.
Thich Nhat Hanh juga dikenal sebagai penulis produktif yang memperlihatkan bagaimana cara hidup Zen-nya maupun penulisan dalam buku-bukunya sangat dekat kepada fundamental Buddhism. Ia juga mampu menginterpretasi dan mempresentasikan mengani substansi Prajnaparamita untuk melihat persoalan aktual masa kini dan menumbuhkannya organisasi yang dibentuknya: “Orde Interbeing”.
Andaikan dalam mewujudkan nilai-nilai Buddhadharma bersentuhan dengan kekuasaan juga tidak patut dihindari. Tokoh “Engaged Buddhism,; Sulak Sivaraksa di Thailand melakoni hal itu meski harus menjadi tokoh yang tidak disenangi pemerintah dan hidup dalam penjara. Sulak Sivaraksa disamping yokoh Buddhism Engaged adalah juga seorang filsuf, spiritualis, aktivis, kritikus social, pemberontak intelektual dan memegang tegus etika non-kekerasan.
Sulak Sivaraksa berjuang meneguhkan etika Buddhis dalam kehidupan nyata dan berupaya melakukan transformasi social dan politik di masyarakat. Ia adalah orang terobsesi unt membuat Buddhisme relevan dalam masyarakat modern.. Perjuangan non-kekerasan dan misi kemanusiaan Sulak Sivaraksa ini bisa dibaca dalam buku: “Seed of Peace .”
Perjuangan kemanusiaan yang sampai harus bergerak di lapangan politik pun juga terdapat di India. Adalah Dr, BR Ambedkar, tokoh yang meperjuangkan kaum Dallit di India yang dikenal sebagai kaum “untochoubles,” suatu kelompok kasta terendah yang tidak boleh disentuh.
Dr. BR Ambedkar memperjuangkan kelompok yang dijauhkan oleh masyarakat di di India untuk kesetaraan politis dengan pendekatan melakukan konversi ke dalam agama Buddha. Bagi tokoh pejuang kemerdekaan nasional dan konstitusi India ini, agama Buddha yang egaliter dan emansipatoris harus turut memperjuangkan kelompok masyarakat marginal untuk mencapai kesetaraannya di berbagai bidang kehidupan.

Ariyatne, Cheng Yen, Chatsumarn Kabilshing
Persoalan penderitaan yang menjadi misi Buddhadharma adalah juga persoalan kemanusiaan dalam ranah politis, budaya maupun sosial-ekonomi seperti kemiskinan. Keprihatinan terhadap persoalan inilah yang menngerakkkan Ariyatne mendirikan gerakan gerakan sosial Sarvodaya. di Srilanka.
Ariyatne dalam gerakan Sarvodaya menekankan prinsip-prinsip Buddhis. dalam membantu warga desa terbebas dari kemiskinan. Prinsip-Buddhis mengenai paticca-samuppada, sebab-akibat yang saling bergantungan, diterjemahkan lapangan sosial melalui gerakan Sarvodaya dengan membentuk ikatan komunitas yang kuat berdasarkan saling membantu satu sama lain.
Misi luhur dalam penegakkan nilai-nilai kemanusiaan juga berkembang dalam diri seorang Bhiksuni di Taiwan. Bhiksuni Cheng Yen mendirikan organisasi social kemanusian dengan misi membantu korban bencana alam di berbagai penjuru dunia, pelestarian lingkungan, sosial, pendidikan dan budaya, dengan menyertakan keterlibatan relawan.
Organisasi dengan Nama Yayasan Buddha Tsu Chi ini mewujudkan cinta kasih dan welas asih yang berkembang dalam diri Master Cheng Yen, dengan motto kemanusiaan dan misi amalnya yang menyentuh: “marilah bersama-sama menghapus air mata yang penuh derita.”
Sifat pembebasan Buddhadharma itu tertujukan untuk kebahagiaan segenap makhluk hidup. Oleh karenanya, Buddhadharma yang bercirikan egalitarian itu juga ditujukan bagi kesetaraan gender, lelaki dan perempuan.
Siapa saja, lelaki dan perempuan memiliki potensi mencapai pembebasan, dan karenanya carah hidup kebiaraan dengan menjadi Sangha juga terbuka. Sangha tidak saja untuk kaum lelaki tetapi juga terbuka bagi kaum perempuan, dan bila nyatanya pintu Sangha itu tertutup bagi perempuan, maka harus diperjuangkan di dibuka kembali.
Adalah. Chatsumarn Kabilsingh, yang merupakan salah satu tokoh pejuang kesetaraan gender dan bhikkhuni pertama dalam tradisi Theravada di Thailand dewasa ini Berkat Chatsumarn Kabilsingh ini, maka kaum perempuan di Thailand kini dapat menjalani kehidupan susinya dengan menjadi Sangha.
Chatsumarn Kabilsing menjadi sosok perempuan Buddhis terkenal di dunia Internasional. Perjuangannya mengangat derajat kesetaraan perempuan menjadikannya tokoh feminis Buddhis yang disegani. Melalui Newsletter yang diberi nama Yasodhara, ia selalu memberitakan kegiatan internasional Perempuan Buddhis dan feminism Buddhism. (Jo)

FILSAFAT KOIN “RECTOVERSO” DEWI LESTARI DUALITAS DALAM KESATUAN

Jo Priastana

“Hidup ini layaknya bagai sebuah koin degan kedua belah sisinya yang satu dan sama.” Begitulah Dewi Lestari memperumpamakan kehidupan ketika menjelaskan makna karyanya “Recto Verso,” yang terdiri dari buku puisi dan dvd lagu.
Meski dalam dua bentuk yang berbeda, namun sesungguhnya satu dan sama, bagai sebauh KOIN dengan dua sisi kepingnya. Begitu Dewi memaksudkan akan keberadaan kedua bentuk karyanya tersebut, yang sesungguhnya bersumber dari puisi yang sama dan satu..
Dewi Lestari yang bernama pena Dee dan akrab di kalangan Buddhis, kali ini (2008) muncul dengan karya terbarunya berupa buku dan lagu yang diberi judul “Rectoverso.” Sentuh Hati dari Dua Sisi, begitulah mungkin minta Dee, dalam berkesempatan berbincang dengannya di Poste CafĂ© Mega Kuningan, Jakarta, 17 September 2008 lalu.
Menurut Dewi, Istilah Recto Verso berasal dari bahasa Latin yang dipakai di dunia desain grafis yang mengacu pada dua gambar yang terpisah namun tetap satu kesatuan. Tampaknya istilah ini juga mengandung makna filosofis yang akran dikenali dalam filsafat Timur, seperti konsep “yin dan “yang” dalam filsafat Cina,” katanya.
Dewi memang selalu tertarik pada konsep filosofis yang mengandung makna dualisme dalam kesatuan itu. “Kehidupan itu seperti itu, hitam tidak bisa akan hitam kalau tidak ada putih, tinggi tidak akan ada tinggi kalau tidak ada rendah, perpisahan tidak ada kalau tidak ada pertemuan.” ungkapnya.
Rectoverso sendiri karya yang mencerminkan dualisme dalam kesatuan. Karya buku dan lagu yang sekalipun terpisah dan bisa dinikmati sebagai satu individu tersendiri, masing-masing sebagai cerpen dan lagu bahwa si lagu bisa dinikmati tanpa harus membaca bukunya, bukunya pun bisa dinikmati tersendiri. Tapi rectoversonya baru ketahuan kalau menikmati keduanya, lirik di lagu fiksi di cerpen.
Sentuh hati dari dua sisi, lagu dan buku, lirik puisi dan narasi dalam cerpen.
Melalui karya ini, Dewi mau menampilkan dirinya secara lebih utuh. “sisi saya yang penyanyi, penulis lagu dan saya penulis fiksi, semuanya bisa disatukan dalam satu karya, lagu dan cerpen, penulis dan penyanyi,” ujarnya.
Menyangkut isinya, rectoverso, lebih berat ke aspek hati dan romantisme, dibandingkan dengan penulisan sebelumnya. Tampaknya dalam rectoverso ini, penulis Supernova ini ingin mencurahkan hati-nya sepenuhnya, meski juga tak luput dari kandungan filosofis dualisme kesatuan yang sangat disukainya yang memang akrab terdengar di dalam filsafat Cina dan jalan tengah dalam Buddhisme.
Coba saja nikmati lirik lagunya yang menggambarkan filosofis yang disenanginya itu. Ada nada kepasrahan, ada yang hilang namun terasa tidak hilang. “Dalam kepedihan ada kebahagian, dan dalam kebahagiaan ada juga kegetiran, jadi kita tidak pernah seratus persen bahagia, atau seratus persen berduka, masing-masing memiliki unsur yin-yang nya, dalam berjuang ada ketidakberdayaan, dalam ketidakberdayaan juga ada semangat,” demikian Dewi Lestari berfilsafat dan menuangkan perasaan hatinya dalam lirik-liriknya.
Lirik-lirik Dewi dalam Rectoverso ini terasa lain dengan karyanya terdahulu yang lebih refleksif, meditatif. Dalam karyanya ini, ia lebih menuki ke relationship, hubungan dengan seseorang, dan tampak lebih gamblang, lebih naratif dan lebih ke adegan. “itu salah satu syarat utama kenapa lirik-lirik lagu ini bisa dibikin cerpen, karena dia lebih jelas maksudnya apa, dan episodenya lebih singkat-singkat gitu.” ujarnya.
Mau lebih jelas apa yang dimaksudnya lebih ke relationship dan episodenya singkat-singkat? Baiklah nikmati saja Rectoverso-nya, dalam bukunya dan lagunya. Kenali Dewi dari dua sisi, dua karyanya itu baru nanti ketahuan hatinya yang sepenuhnya.
Sebagaimana Sutra Hati (Sin Cing, Prajna Paramita Hrdaya Sutra) menggambarkan tentang tiadanya inti yang kekal yang juga berbunyi dan bernyanyi, dalam kekosongan itu terletak kepenuhan, dalam kegetiran itu terletak kebahagiaan, dalam perpisahan itu terletak pertemuan! Begitulah Dewi, mungkin gitu! (JP).

Kegiatan

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites