Jo Priastana
“Hidup ini layaknya bagai sebuah koin degan kedua belah sisinya yang satu dan sama.” Begitulah Dewi Lestari memperumpamakan kehidupan ketika menjelaskan makna karyanya “Recto Verso,” yang terdiri dari buku puisi dan dvd lagu.
Meski dalam dua bentuk yang berbeda, namun sesungguhnya satu dan sama, bagai sebauh KOIN dengan dua sisi kepingnya. Begitu Dewi memaksudkan akan keberadaan kedua bentuk karyanya tersebut, yang sesungguhnya bersumber dari puisi yang sama dan satu..
Dewi Lestari yang bernama pena Dee dan akrab di kalangan Buddhis, kali ini (2008) muncul dengan karya terbarunya berupa buku dan lagu yang diberi judul “Rectoverso.” Sentuh Hati dari Dua Sisi, begitulah mungkin minta Dee, dalam berkesempatan berbincang dengannya di Poste Café Mega Kuningan, Jakarta, 17 September 2008 lalu.
Menurut Dewi, Istilah Recto Verso berasal dari bahasa Latin yang dipakai di dunia desain grafis yang mengacu pada dua gambar yang terpisah namun tetap satu kesatuan. Tampaknya istilah ini juga mengandung makna filosofis yang akran dikenali dalam filsafat Timur, seperti konsep “yin dan “yang” dalam filsafat Cina,” katanya.
Dewi memang selalu tertarik pada konsep filosofis yang mengandung makna dualisme dalam kesatuan itu. “Kehidupan itu seperti itu, hitam tidak bisa akan hitam kalau tidak ada putih, tinggi tidak akan ada tinggi kalau tidak ada rendah, perpisahan tidak ada kalau tidak ada pertemuan.” ungkapnya.
Rectoverso sendiri karya yang mencerminkan dualisme dalam kesatuan. Karya buku dan lagu yang sekalipun terpisah dan bisa dinikmati sebagai satu individu tersendiri, masing-masing sebagai cerpen dan lagu bahwa si lagu bisa dinikmati tanpa harus membaca bukunya, bukunya pun bisa dinikmati tersendiri. Tapi rectoversonya baru ketahuan kalau menikmati keduanya, lirik di lagu fiksi di cerpen.
Sentuh hati dari dua sisi, lagu dan buku, lirik puisi dan narasi dalam cerpen.
Melalui karya ini, Dewi mau menampilkan dirinya secara lebih utuh. “sisi saya yang penyanyi, penulis lagu dan saya penulis fiksi, semuanya bisa disatukan dalam satu karya, lagu dan cerpen, penulis dan penyanyi,” ujarnya.
Menyangkut isinya, rectoverso, lebih berat ke aspek hati dan romantisme, dibandingkan dengan penulisan sebelumnya. Tampaknya dalam rectoverso ini, penulis Supernova ini ingin mencurahkan hati-nya sepenuhnya, meski juga tak luput dari kandungan filosofis dualisme kesatuan yang sangat disukainya yang memang akrab terdengar di dalam filsafat Cina dan jalan tengah dalam Buddhisme.
Coba saja nikmati lirik lagunya yang menggambarkan filosofis yang disenanginya itu. Ada nada kepasrahan, ada yang hilang namun terasa tidak hilang. “Dalam kepedihan ada kebahagian, dan dalam kebahagiaan ada juga kegetiran, jadi kita tidak pernah seratus persen bahagia, atau seratus persen berduka, masing-masing memiliki unsur yin-yang nya, dalam berjuang ada ketidakberdayaan, dalam ketidakberdayaan juga ada semangat,” demikian Dewi Lestari berfilsafat dan menuangkan perasaan hatinya dalam lirik-liriknya.
Lirik-lirik Dewi dalam Rectoverso ini terasa lain dengan karyanya terdahulu yang lebih refleksif, meditatif. Dalam karyanya ini, ia lebih menuki ke relationship, hubungan dengan seseorang, dan tampak lebih gamblang, lebih naratif dan lebih ke adegan. “itu salah satu syarat utama kenapa lirik-lirik lagu ini bisa dibikin cerpen, karena dia lebih jelas maksudnya apa, dan episodenya lebih singkat-singkat gitu.” ujarnya.
Mau lebih jelas apa yang dimaksudnya lebih ke relationship dan episodenya singkat-singkat? Baiklah nikmati saja Rectoverso-nya, dalam bukunya dan lagunya. Kenali Dewi dari dua sisi, dua karyanya itu baru nanti ketahuan hatinya yang sepenuhnya.
Sebagaimana Sutra Hati (Sin Cing, Prajna Paramita Hrdaya Sutra) menggambarkan tentang tiadanya inti yang kekal yang juga berbunyi dan bernyanyi, dalam kekosongan itu terletak kepenuhan, dalam kegetiran itu terletak kebahagiaan, dalam perpisahan itu terletak pertemuan! Begitulah Dewi, mungkin gitu! (JP).
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar